Ritual Nyelameti Sawahe Ki Buyut Cungking Banyuwangi di Taman Nasional Baluran
nasional Dinas Kebudayaan & Pariwisata Banyuwangi

Ritual Nyelameti Sawahe Ki Buyut Cungking Banyuwangi di Taman Nasional Baluran

329x Dilihat

Banyuwangi memiliki segudang adat dan tradisi yang sarat nilai atau kearifan lokal. Salah satu kearifan lokal dalam masyarakat adat Osing, adalah penghormatan terhadap leluhur yang terwujud dalam upaya mewariskan warisan leluhur berupa ritual Nyelameti Sawahe Buyut Cungking di Taman Nasional Baluran.

 

Ritual yang dilakukan pada setiap bulan Muharam dalam kalender Islam ini merupakan ritus adat komunal. Minggu, (30/07).

 

Dosen Peneliti dari Universitas PGRI Banyuwangi, Wiwin Indiarti, menuturkan kawasan Baluran diyakini sebagai sawah milik Buyut Cungking, tempat ia dulu menggembalakan kerbau-kerbaunya.

 

"Buyut Cungking atau Ki Buyut Wangsakarya dalam kisah lisan yang berkembang di masyarakat Banyuwangi merupakan sosok yang diyakini memiliki kemampuan spiritual, kesaktian dan daya linuwih yang tinggi. Berbagai mitos mengenai Buyut Cungking banyak dihubungkan dengan keberadaan kerbau di Baluran dan beberapa situs kuno yang masih bisa ditemui saat ini di belantara hutan Baluran." ungkap Wiwin.

 

Buyut Cungking juga sering dikaitkan dengan penciptaan kiling (kincir angin), yang saat ini menjadi salah satu ikon teknologi tradisional masyarakat adat Osing yang agraris. Nama Cungking disebut-sebut dalam naskah gancaran Babad Tawangalun (1826) sebagai lokasi makam Ki Buyut Wangsakarya, seorang guru dari Pangeran Macan Putih, Prabu Tawang Alun.

 

“Petilasan Ki Buyut Wangsakarya atau Buyut Cungking saat ini menjadi salah satu situs yang dikeramatkan oleh masyarakat. Mas Wangsakarya atau Buyut Cungking adalah salah satu tokoh dalam epos perlawanan para Pangeran Blambangan terakhir di ujung timur Jawa, yang tercatat dalam larik-larik tembang Babad Tawangalun. " imbuh Wiwin.

 

Beberapa situs di Baluran yang dipercayai terkait dengan Buyut Cungking di antaranya adalah makam Buyut Lancing, Sumber Manting, Sumber Kelor, dan lainnya. Ritual adat ini merupakan bagian dari warisan budaya yang memiliki nilai-nilai kearifan lokal yang sangat berharga.

 

Sesepuh sekaligus juru pelihara makam Buyut Cungking generasi ke-9, Jam'i Abdul Gani, bercerita Ki Buyut Wangsakarya sudah dikenal sakti sejak usia anak-anak. 

 

"Petani biasa memasang tali di sawah untuk mengusir burung, Ki Buyut Wangsakarya justru mengusir burung dengan berlarian di atas tali duduran," ungkap Jam'i.

 

Jarak berpuluh-puluh kilometer antara Cungking – Baluran, dapat ditempuhnya dalam waktu singkat.

 

Namun demikian, pewarisan tradisi beserta pengetahuan mengenai situs-situs yang melingkupinya selama ini tidak pernah tercatat. Sebagai warisan budaya yang dikhawatirkan tradisi, ritual dan pengetahuan mengenai situs-situs budaya pelan-pelan tersebut akan hilang.

 

Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya transmisi atau pewarisan, pewarisan kepada generasi muda sebagai pewaris budaya agar terjaga keberlangsungannya.

 

Artikel ini diolah dari buku berjudul "Nyelameti Sawahe Buyut" yang diedarkan secara terbatas di kalangan Paguyuban Buyut Cungking.