Menjaga Seni Tradisi Gandrung Terob, Akademisi UNJ Riset di Banyuwangi
Menjaga seni tradisi gandrung terob di Banyuwangi hingga saat ini terus diupayakan dengan berbagai cara. Salah cara tersebut melalui pewarisan tari gandrung dari para maestro kepada para muridnya.
Upaya tersebut salah satunya diwujudkan oleh para periset yang diketuai Prof. Novi Anoegrajekti, akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Sabtu, (24/06).
Selain dari UNJ, riset tersebut juga melibatkan para peneliti dari Institut Seni Budaya Indonesia Bandung dan Universitas Sarjanawiyata Tamanssiwa Yogyakarta.
Mereka mengarahkan tiga perempuan muda di Banyuwangi untuk diasuh langsung oleh para maestro tari gandrung yakni Gandrung Temu Misti, Mudaiyah, dan Sunarsih.
"Jumlah penari gandrung yang menguasai gerakan dan setia pada pakem mungkin semakin berkurang. Banyuwangi juga sudah kehilangan tiga penari gandrung yang juga legendaris." kata Novi.
Selain Novi, forum diskusi itu juga menghadirkan Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya Prof Setya Yuwana Sudikan, Plh. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Banyuwangi Choliqul Ridho, Ketua Dewan Kesenian Blambangan Hasan Basri, penari gandrung terob legendaris serta para pewarisnya, dan para pelaku kesenian di Banyuwangi.
Saat ini, para penari yang masih menguasai pakem gandrung dalam pementasannya antara lain para maestro.
Maka dari itu, mereka diharapkan bisa mewariskan ilmunya kepada tiga anak muda asli Banyuwangi yang punya minat dan bakat terkait tari gandrung.
Fika, salah satunya penari gandrung yang masih muda. Ia belajar langsung seni gandrung terob kepada sang maestro Mudaiyah.
Fika mengaku, sejak duduk di bangku taman kanak-kanak sudah mulai belajar tari gandrung. Menjadi penari profesional adalah cita-citanya sejak kecil.
"Sejak dulu, saya ingin jadi penari gandrung profesional yang sesuai pakem-pakemnya." ungkap Fika.