Mencicipi Tradisi Budaya Osing di Desa Kemiren
nasional Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kabupaten Banyuwangi

Mencicipi Tradisi Budaya Osing di Desa Kemiren

858x Dilihat

Suku Osing adalah suku asli Banyuwangi yang hingga kini masih memegang erat budaya dan tradisi mereka. Masyarakat Suku Osing mendiami beberapa titik wilayah di Banyuwangi salah satunya Desa Kemiren, Kecamatan Glagah. Nama desa tersebut diambil dari nama buah kemiri dan durian yang dahulu banyak tumbuh di area desa. Masyarakat Osing Desa Kemiren memiliki tradisi khas yang diwariskan secara turun temurun sehingga tetap lestari hingga hari ini. Memiliki luas area 177.052 ha serta penduduk dengan jumlah 2.569 jiwa, Desa Kemiren menjadi kawasan cagar budaya yang kemudian dikembangkan sebagai desa adat dan wisata.  

 

Kawasan Desa Adat Kemiren memiliki suasana yang berbeda dari kebanyakan desa di Banyuwangi. Secara geografis, letak Desa Kemiren dekat dengan kaki Gunung Ijen sehinga membuat hawanya sejuk. Kehidupan sosial budaya masyarakatnya yang kaya akan nilai tradisional, menjadikan wajah Desa Kemiren bernuansa etnik serta memiliki kesan magis. Pada awal penetapannya sebagai desa wisata adat, Pemerintah Kabupaten membangun anjungan di  yang berupa komplek berisi rumah-rumah adat Suku Osing serta sanggar kesenian untuk memamerkan produk budaya masyarakat. Di bagian lain terdapat area rekreasi dengan berbagai fasilitas seperti kolam renang, taman bermain, serta museum yang memajang pernak-pernik budaya Osing.

 

Sebagai desa adat dan desa wisata, Kemiren menawarkan sensasi mencicipi budaya Suku Osing bagi para pengunjung. Di sana tersedia homestay yang mengadopsi arsitektur khas Suku Osing. Rumah adat Suku Osing memiliki tipe yang sederhana, sebagian besar konstruksi menggunakan bahan kayu sementara dindingnya terbuat dari anyaman bambu. Di dalam rumah adat, masih dilestarikan tradisi menyimpan kain batik di dalam toples kaca yang menambah estitka interior rumah. Selain menyimpan kain did alam toples, masyarakat Suku Osing juga memiliki tradisi memajang satu lusin atau lebih cangkir yang kemudian berkembang menjadi festival tahunan “Ngopi Sepuluh Ewu”. Selain menginap di rumah adat, pengunjung juga dapat mengikuti aktivitas warga seperti menyangrai kopi yang merupakan produk unggulan dari Desa Kemiren, menyaksikan kelompok seni musik  Gedogan, serta menikmati kuliner lokal di pasar yang digelar di hari Minggu pagi.